Cara Membuat Portofolio untuk Penulis Pemula yang Belum Pernah Punya Proyek Sebelumnya
Akan agak sulit kayaknya sih kalau mesti jualan layanan tapi tanpa portofolio. Ya, bisa sih. Bukannya terus nggak bisa. Misalnya saja, ya, kamu sudah punya networking yang kuat banget, ya bisa saja kamu mendapatkan proyek tanpa perlu portofolio. Ibaratnya masuk kantor baru dibantu paman, gitu deh #egimana.
Ya, jadi portofolio adalah modal. Maka, seperti juga pebisnis yang lain, untuk memulai karier menjadi seorang penulis konten, kamu butuh modal. Dan, sama juga seperti pebisnis lain, modalnya juga enggak perlu gede kok. Justru, kamu bisa banget mulai dengan “modal” kecil.
Nah, saya sih sebenernya menulis artikel ini gegara sering ditanyain, “Kak, aku kan belum pernah dapat proyek nulis. Terus, bikin portofolionya gimana? Berarti gak ada kesempatan ya buat saya?”
Biasanya sih, pertanyaan kayak gitu, akan selalu saya jawab template, “Kreatif dong!”
Bukannya gimana-gimana, saya dulu mulai juga tanpa portofolio. Penulis mana pun akan memulai dari nol, Bambang. Tapi dengan kreativitas, hal ini bisa diatasi.
Kalau kamu di awal aja nggak kreatip, ya ke depannya terus gimana bisa jadi penulis yang baik?
So, ini dia langkah demi langkah nyiapin portofolio meskipun kamu masih pemula dan belum pernah dapat proyek. Emang kalau enggak disuapin tuh pada susah paham ya hahaha.
Simak ya, karena ini sebenarnya gampang banget, tinggal kamu mau kerja keras dan persisten atau enggak.
Cara Membangun Portofolio Penulis Pemula
1. Mulai dengan Apa yang Kamu Punya
Yuk, cek, kamu sudah punya apa saja sekarang ini? Sudah pernah menulis apa saja? Paper buat kuliah? Jurnal? Artikel mading? Artikel buletin kampus? Bikin press release? Diari? Wattpad?
Mulailah dengan apa yang sudah kamu punya. Pada dasarnya, contoh tulisan dalam portofolio diperlukan oleh klien untuk menilai. Menilai apa? Menilai cara kamu berpikir. Kalau cara kamu berpikir saja sudah sistematis, runtut, sehingga bisa menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti, enak dibaca, itu saja sudah cukup meyakinkan.
Jadi, pastikan kamu mengumpulkan hasil terbaik yang pernah kamu buat.
2. Bikin Proyek Pribadi
“Kak, aku juga gak punya paper tugas kuliah. Belum pernah nulis artikel juga.”
Kalau gitu, sekarang coba bikin proyek pribadi. Proyek yang kamu kerjakan seakan-akan merupakan proyek yang dikasih sama klien—jadi kamu harus menyelesaikannya dengan sebaik mungkin, seprofesional mungkin juga.
Proyek pribadi seperti apa? Beberapa yang bisa kamu coba:
- Bikin blog pribadi, isi dengan artikel-artikel berfaedah. Tentukan dulu, targetmu nanti menjadi penulis apa. Kalau misalnya pengin jadi penulis artikel-artikel populer, ya jangan isi blog dengan curhatan pribadi terlalu banyak. Intinya, sesuaikan dengan target brandingmu sebagai penulis.
- Bikin akun media sosial khusus, selain akun media sosial pribadi. Tujuannya apa? Biar enggak kecampur, antara hasil tulisanmu dengan postingan keseharianmu. Biar kalau ditunjukin ke klien, klien juga nggak bingung. Isi media sosial, juga, dengan konten yang sesuai dengan target brandingmu sebagai penulis. Mau jadi penulis artikel, ya isi dengan gaya yang sama.
- Bikin proyek fiktif. Misalnya target kamu menjadi copywriter, maka bikinlah proyeknya. Misalnya nih, pura-puranya kamu mengerjakan proyek pengenalan produk skin care. Kamu bisa buat beragam bentuk marketing kit, misalnya mulai dari bikin tagline, brosur, skrip video, dan lain sebagainya, yang bisa digunakan sebagai tools marketing produk skin care tersebut. Semakin komprehensif konsepmu, maka akan semakin solid portofoliomu.
- Bikin buku, dengan topik yang kamu kuasai. Zaman sekarang, orang semakin mudah bikin buku, enggak harus selalu ke penerbit mayor. Kamu bisa cetak dan terbitkan sendiri. Jual sendiri ke kalangan teman-temanmu, lalu masukkan ke dalam portofolio.
Nah, kamu bisa mengembangkan bentuk proyek pribadi yang lain.
Yang perlu kamu ingat, fase merintis ini memang berat. Rasanya kayak kerja sia-sia dalam waktu yang panjang. Tapi, kalau kamu cukup persisten dan konsisten, percaya deh, hasil akan terlihat lambat ataupun cepat. Kamu hanya perlu menikmati prosesnya.
3. Partisipasi di Komunitas atau Kontes
Kalau ada lomba menulis, dan kamu merasa mampu, jangan ragu untuk ikutan. Nggak perlu dipikirin menang kalah, yang penting portofolio keisi dengan hasil-hasil yang bagus. Karena menang kalah di lomba menulis itu—sini saya kasih tahu rahasianya—kebanyakan tergantung subjektivitas juri. Hahahaha.
Makanya, ikut saja. Ikutan lomba juga bisa menjadi cara yang bagus untuk memotivasi diri sendiri untuk menulis.
Kamu juga bisa berpartisipasi di proyek menulis komunitas-komunitas. Banyak komunitas online atau lokal menerbitkan karya dari anggotanya. Kadang jadi buku, kadang ya sekadar dimuat di blognya, dan lain sebagainya.
Berkontribusi ke publikasi semacam ini enggak hanya menambah portofolio tapi juga membantu membangun jaringan di dunia penulisan.
4. Simpan di Tempat yang “Aman”
Simpan semua hasil karyamu di tempat yang “aman” dan mudah untuk dikirimkan, jika diperlukan.
Kalau saya sih, saya sedang ngumpulin di Instagram. Saya pakai hashtag #portofoliopenuliskonten untuk menandai semua portofolio yang saya share. Saya juga kumpulkan di bagian Sorotan di profil, saya bedakan menurut jenisnya. Nanti kalau ada klien yang butuh, tinggal saya copy link saja sesuai konten yang dibutuhkan.
Kamu juga bisa menyimpan portofolio ini di Google Drive. Kumpulkan dalam satu folder, kemudian link-nya kamu shortlink dengan bit.ly atau yang sejenisnya. Kalau ada (calon) klien yang minta, bisa langsung dikirimkan linknya.
Selain itu, kamu juga perlu menyimpan file-file tulisan asli. Karena, ada juga klien yang mintanya dalam bentuk Words atau PDF artikelnya.
Tip Menulis untuk Membangun Portofolio
Nah, sudah tahu apa saja yang dibutuhkan untuk membuat portofolio meski kamu belum pernah punya proyek kan? Sekarang, ada beberapa tip yang bisa kamu terapkan untuk bisa menghasilkan tulisan yang layak masuk portofolio.
1. Quality over Quantity: Fokus pada Pembuatan Konten Berkualitas
Setiap karya yang kamu masukkan ke dalam portofolio harus bebas dari kesalahan ejaan, tata bahasa, dan typo. Baca ulang tulisan kamu beberapa kali untuk memastikannya sempurna, dan lakukan self editing.
Baca juga: 8 Langkah Self Editing bagi Para Blogger untuk Menghasilkan Artikel yang Bersih dan Rapi
Pastikan setiap karya enggak hanya ditulis dengan baik dari segi teknis, tetapi juga menarik, informatif, dan menunjukkan gaya penulisanmu yang unik. Tulisan harus bisa menyampaikan pesan atau cerita yang jelas dan mengena.
2. Diversifikasi Tulisan: Mencakup Berbagai Format dan Gaya Menulis
Sertakan berbagai jenis tulisan dalam portofolio yang kamu bangun—ya pastinya yang sesuai dengan kemampuanmu. Misalnya, ada artikel, esai, cerita pendek, copywriting, dan lain-lain. Dengan begitu, di sini akan kelihatan kalau kamu fleksibel.
Jika perlu, bereksperimenlah dengan beragam gaya penulisan yang berbeda - dari formal hingga santai, dari naratif hingga deskriptif. Jadi, kelihatan kemampuanmu untuk menyesuaikan suara sesuai dengan kebutuhan proyek.
3. Feedback dan Revisi: Pentingnya Mendapatkan Feedback dan Melakukan Revisi
Mintalah feedback dari teman, mentor, atau siapa pun yang bisa kamu mintai pendapatnya. Pandangan luar bisa memberikan perspektif baru dan mengungkap area yang perlu diperbaiki yang mungkin enggak kamu sadari.
Kalau ada masukan, terima dengan hati terbuka. Ingat ya, bahwa hanya dengan kritik, kamu bisa memperbaiki tulisan. Jadi, gunakan feedback ini untuk merevisi tulisan. Walaupun “hanya” proyek pribadi, tetap revisi ya. Proses revisi ini menunjukkan komitmen kamu terhadap kualitas dan kesempurnaan tulisanmu
Nah, jadi gimana? Sederhana aja kan? Iya, meski tampak sederhana, tapi ini butuh proses panjang dan enggak mudah loh. So, nikmati saja begitu kamu sudah mulai. Nanti, tahu-tahu kamu sudah menjalani profesi ini selama 14 tahun. Kayak saya. Hahaha.
0 comments