• Home
  • About
  • Daftar Isi
  • Konten Kreatif
    • Penulisan Konten
    • Penulisan Buku
    • Kebahasaan
    • Visual
  • Internet
    • Blogging
    • Marketing
    • User
    • WordPress
  • Media Sosial
    • Facebook
    • Twitter
    • Instagram
  • Stories
    • My Stories
    • Featured
    • Freelancer
  • Guest Posts
Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram pinterest Email

Carolina Ratri

Buku Nonfiksi Gak Harus Rumit: Ini Cara Menyusunnya dengan Lebih Terarah

Buku nonfiksi sering kali terdengar serius dan berat, sampai banyak orang merasa minder duluan sebelum mencoba menulisnya. 

Padahal, kalau tahu cara memulainya, proses menulis buku nonfiksi bisa jauh lebih sederhana dan menyenangkan. Kamu nggak perlu jadi pakar besar atau punya bahasa yang rumit untuk bisa menyampaikan gagasan dengan jelas. Yang penting adalah punya arah yang jelas sejak awal, supaya isi bukunya nggak berantakan.

Cara Menyusun Buku Nonfiksi

Buku Nonfiksi Gak Harus Rumit: Ini Cara Menyusunnya dengan Lebih Terarah

Banyak penulis pemula terjebak karena terlalu fokus pada hasil akhir, sampai lupa menikmati prosesnya. Padahal, kalau langkah-langkahnya diatur dengan baik, menulis buku nonfiksi itu sebenarnya ringan dan lebih mudah diarahkan. 

Nggak perlu juga terburu-buru atau menuntut semuanya sempurna sejak awal. Yang penting, kamu tahu apa yang ingin kamu sampaikan dan siapa yang akan membaca bukumu. Dari situ, pelan-pelan semuanya bisa kamu susun dengan rapi.

1. Tentukan Tujuan dan Pembaca

Langkah pertama ini sering dianggap sepele, padahal penting banget. Coba pikirkan dulu, buku yang mau kamu tulis ini sebenarnya untuk siapa. Apakah pembacanya pemula yang belum tahu apa-apa? Atau mereka sudah cukup paham tapi butuh wawasan yang lebih dalam? Semakin jelas target pembacanya, semakin mudah menentukan cara menjelaskan. 

Lalu tentukan juga tujuannya. Apakah kamu ingin mengajari sesuatu secara praktis? Atau ingin berbagi pengalaman hidup yang menginspirasi? Atau mungkin ingin meyakinkan pembaca tentang sebuah gagasan? 

Tujuan yang jelas akan memengaruhi nada tulisan, contoh-contoh yang dipakai, bahkan panjang pembahasan. Jangan lupa, sesuaikan gaya bahasa dengan siapa yang membaca. Kalau untuk orang awam, pakai bahasa sederhana. Kalau untuk profesional, boleh pakai istilah-istilah teknis tapi tetap dijelaskan.

Baca juga: Kenapa Banyak Orang Gagal Menulis Buku Pertamanya sampai Selesai?

2. Pilih Tema Utama dan Batasi Topik

Setelah tahu siapa pembacanya dan untuk apa bukunya, sekarang tentukan temanya. Tema ini adalah benang merah dari awal sampai akhir. Pastikan satu buku hanya punya satu tema besar. Jangan serakah ingin membahas semuanya sekaligus. 

Misalnya, kalau temanya tentang cara memulai bisnis online, tentukan bisnis online yang seperti apa, karena bisnis online kan luas banget. Hal ini penting supaya pembahasan tetap fokus dan tidak melebar ke mana-mana. 

Misalnya, kalau temanya “bisnis online untuk pemula,” berarti kamu nggak perlu menjelaskan strategi lanjutan yang rumit. Dengan begitu, pembaca juga tidak akan bingung karena materi yang terlalu banyak atau terlalu berat. Catat juga poin-poin apa yang tidak akan kamu bahas. Ini membantu kamu tetap berada di jalur saat menulis.

3. Buat Kerangka atau Outline

Kerangka itu ibarat peta perjalanan. Kalau nggak ada peta, kamu bisa nyasar. Makanya, bikin dulu kerangka sebelum mulai nulis. Tulis bab per bab secara garis besar. 

Biasanya diawali dengan pembuka yang menjelaskan kenapa topik ini penting. Lalu di bagian tengah diisi dengan inti pembahasan, bisa berupa cara-cara, tips, atau cerita. Terakhir, tutup dengan bab penutup yang merangkum semuanya. Di bagian kerangka ini, nggak perlu detail dulu. Cukup tuliskan poin-poin penting yang ingin disampaikan di setiap bab. Kalau sudah jelas, baru nanti dikembangkan saat nulis draft. 

Dengan punya kerangka, kamu jadi lebih tenang karena tahu apa yang harus ditulis duluan dan apa yang menyusul.

4. Kumpulkan Bahan dan Data

Menulis buku nonfiksi itu harus punya dasar yang kuat, jadi nggak cuma mengandalkan ingatan saja. Setelah kerangka selesai, waktunya mengumpulkan bahan. Bisa dari buku lain, artikel, jurnal, atau wawancara. Kalau ada pengalaman pribadi yang relevan, itu juga bagus banget buat dimasukkan. 

Catat semua informasi yang kamu temukan, lengkap dengan sumbernya. Ini penting kalau nanti mau dicek lagi atau dimasukkan ke daftar pustaka. Jangan malas bikin catatan, karena kalau sudah lupa, cari lagi itu lebih ribet. 

Kalau bisa, kumpulkan juga contoh-contoh nyata atau cerita kasus yang bisa bikin buku lebih hidup. Data dan fakta akan bikin buku kamu lebih kredibel di mata pembaca.

5. Tulis Draf Pertama Tanpa Mikir Sempurna

Nah, sekarang bagian yang kadang bikin orang berhenti: nulis draf pertama. 

Ingat, tujuan dari draf pertama itu bukan untuk sempurna. Yang penting tulis dulu semuanya sampai selesai. Jangan berhenti hanya karena merasa kalimatnya kurang bagus. Nggak apa-apa kalau masih berantakan atau banyak typo. Yang penting idenya keluar semua dulu. 

Banyak orang gagal selesai karena terlalu sibuk ngedit di tengah jalan. Padahal, memperbaiki itu nanti saja setelah semua selesai. Saat menulis draf pertama, usahakan jangan terlalu sering berhenti buat mikir. Biar alurnya tetap lancar dan idenya nggak hilang.

6. Edit dan Rapikan

Kalau draf pertama sudah selesai, sekarang waktunya diulik lagi. Baca dari awal sampai akhir. Periksa apakah susunannya sudah logis. Lihat juga apakah setiap bab mengalir dengan enak atau masih lompat-lompat. Perbaiki kalimat yang terlalu panjang atau bikin bingung. Potong bagian yang nggak perlu supaya lebih padat. Kalau menemukan ide baru, boleh ditambahkan, asal nggak bikin topiknya jadi melebar. Cek juga apakah ada istilah yang terlalu teknis dan perlu dijelaskan. 

Kalau bisa, minta teman atau orang lain untuk membaca dan memberi masukan. Kadang kita nggak sadar ada bagian yang kurang jelas, tapi orang lain bisa melihatnya.

7. Tambahkan Nilai Tambah

Buku nonfiksi yang bagus biasanya punya “bonus” buat pembacanya. Setelah isi utama beres, coba pikirkan apa yang bisa bikin buku lebih menarik. Misalnya, kamu bisa menambahkan ilustrasi, tabel, atau infografis supaya pembaca lebih mudah memahami. Bisa juga kasih studi kasus nyata biar lebih membumi. Atau tambahkan checklist, panduan langkah-langkah, bahkan ruang catatan di akhir bab. 

Hal-hal seperti ini bikin pembaca merasa dapat lebih banyak manfaat dari bukumu. Mereka juga jadi lebih mudah mengingat apa yang sudah dipelajari. Jangan lupa, pastikan nilai tambah ini tetap relevan dengan tema besar buku.

Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Tulisan dan Tip Menulis Kreatif buat yang Pengin Mulai

Buku nonfiksi nggak harus jadi beban yang bikin kamu pusing setiap kali mau mulai. Dengan langkah yang tepat dan arah yang jelas, proses menulisnya bisa terasa lebih ringan dan menyenangkan. Kamu cuma butuh keberanian untuk menuangkan ide dan kesabaran buat menyusunnya pelan-pelan. Nggak ada aturan kaku yang harus kamu ikuti, selama pesannya sampai ke pembaca dengan baik. Jadi, jangan terlalu keras sama diri sendiri, nikmati saja prosesnya dari awal sampai akhir.

Kalau kamu ingin bukumu lebih terarah dan butuh teman diskusi untuk menyusun ide-idenya, kamu juga bisa booking sesi konsultasi penulisan. Kita bisa ngobrol santai tentang cara memulai, menyusun kerangka, sampai menyiapkan draf yang siap jalan. Kalau tertarik, bisa klik di sini.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Cara Mengedit Tulisan Hasil AI agar Tidak Terlihat Kaku dan Generik

Mengedit tulisan hasil AI sering bikin orang bingung karena hasil awalnya kadang terasa terlalu kaku dan datar. Banyak yang sudah mencoba menulis dengan bantuan AI, tapi hasilnya malah terdengar seperti robot yang sedang membaca teks. 

Padahal, dengan sentuhan yang tepat, tulisan itu bisa jadi lebih hidup dan enak dinikmati. Proses ini sebenarnya gak serumit yang dibayangkan, asalkan tahu apa yang harus diperhatikan sejak awal.

Cara Mengedit Tulisan Hasil AI

Banyak contoh tulisan AI yang secara teknis benar, tapi rasanya hambar kalau dibaca. Pembaca jadi cepet bosan karena nadanya monoton dan pilihan katanya kurang variatif. Atau malah banyak diksi yang gak tepat. Kayak aneh aja gitu, gak pada tempatnya dipake. Bagus sih, tapi kayak gak pas.

Ya, memang sekarang banyak orang tiba-tiba bisa nulis bagus. Yaaah, gak papa. Saya sih gak merasa tersaingi. Kayak pas Canva pertama ada, banyak yang khawatir profesi desainer grafis akan terancam. Nyatanya, kalo gak ngerti desain, ya tetep susah juga pake Canva. Hasilnya pasti kacau.

Begitu juga dengan AI kayak ChatGPT. Kamu bisa saja pake buat bikin tulisan. Tapi, kalau dari sononya kamu kurang taste, ya jadinya … gitu deh. Tetap saja hasil tulisan gak sistematis, gak rapi, terus kalau misalkan minta bantuan AI, ya jadinya AI banget.

Sebaliknya, kalau kamu memang punya taste menulis, hasil AI di tanganmu ya akan jadi kayak tulisanmu sendiri. Gak berasa Ainya. AI sekadar alat buat mempercepat proses kerja.

So, apakah harus worry dengan adanya AI? Harusnya sih enggak.

So, balik lagi ke soal hasil tulisan AI. Kalau hasil generated AI dibiarkan begitu saja, pesan yang ingin disampaikan banyak kali jadi kurang kena. Di sinilah pentingnya mengolah lagi hasilnya supaya lebih manusiawi. Tujuannya sederhana, supaya pembaca merasa seperti sedang diajak ngobrol, gak kayak membaca laporan kaku.

Jadi, gimana cara mengedit tulisan hasil AI? Ini dia cara saya.

Cara Mengedit Tulisan Hasil AI agar Tidak Terlihat Kaku dan Generik

1. Baca Ulang dengan Sudut Pandang Pembaca

Langkah ini sering dilewatkan, padahal penting sekali. Coba baca tulisanmu pelan-pelan, seolah-olah kamu orang yang baru pertama kali membaca topik itu. Rasakan apakah kalimatnya terlalu berat, terlalu formal, atau malah membingungkan. 

Kalau sudah terasa aneh di telinga sendiri, pembaca pasti juga akan merasakannya. Tandai bagian yang terdengar terlalu resmi atau kayak robot yang berbicara. Catat juga bagian yang terasa hambar atau berulang. 

Dengan begitu kamu bisa tahu bagian mana saja yang perlu dihangatkan nadanya. Jangan buru-buru mengedit tulisan sebelum benar-benar merasakan nadanya sendiri. Cara ini bikin kamu lebih peka terhadap tulisanmu sendiri.

Baca juga: Plus Minus Menggunakan AI dalam Proses Menulis Artikel

2. Hilangkan Frasa Klise dan Jargon Berlebihan

Jadi, udah tahu kan, kalau hasil AI itu “khas”? Beberapa frasa yang saya tangkap dan hafal dari hasil AI itu adalah “…. merupakan jendela ke …”, “…. bukan hanya …, tetapi …”, terus sering banget pakai diksi-diksi aneh yang kadang gak pernah kita dengar di percakapan sehari-hari.

Kalau dirasa-rasakan, tulisan AI itu klise, terdengar “megah”, tapi sebenarnya kosong. Diganti sama kata yang lebih sederhana malah lebih masuk. 

Ngawang-awang. Gak jelas ketemunya gitu loh.

Nah, jadi penting buat kamu tahu persis apa yang ditulis. Kalau misalnya gak jelas maksudnya apa, atau sebenarnya artinya simpel, tapi malah jadi mbulet, hapus saja atau ganti dengan kalimat lain. 

Jargon teknis juga sering bikin pembaca bingung kalau enggak dijelaskan. Pilih kata-kata yang lebih manusiawi dan mudah dicerna. Tulis seolah-olah kamu sedang ngobrol dengan orang, bukan memberi kuliah.

3. Pecah Kalimat Panjang Jadi Lebih Pendek

Nah, satu lagi yang khas dari AI tuh suka membuat kalimat panjang, penuh koma, penuh em dash, dan kadang susah dipahami dalam sekali baca. 

Ya, memang sih, pemakaian em dash gak selalu berarti pake AI. Saya juga sering pake. Baik sebelum ada AI, juga sesudah AI suka pake juga. Tapi yang keluaran AI itu kayak gak tepat aja gitu.

So, kalau menemukan yang kayak gini atau yang terlalu panjang, supaya lebih enak dibaca, pecah kalimat panjang menjadi dua atau tiga bagian yang lebih sederhana. Kalimat pendek membuat pesan lebih jelas dan terasa ringan. 

Misalnya, daripada menulis satu kalimat dengan tiga anak kalimat, lebih baik pisahkan idenya jadi beberapa kalimat. Ini juga membantu pembaca bernapas dan menyerap informasi pelan-pelan. 

Jangan takut kalau hasilnya jadi banyak titik. Justru itu lebih terasa alami dan manusiawi. Tulisan dengan kalimat pendek terasa lebih akrab. Tapi ya jangan terlalu pendek juga sih, jadi rasanya kayak disentak-sentak gitu.

4. Tambahkan Sentuhan Emosi dan Nuansa

Tulisan AI biasanya sangat datar, hanya menyampaikan fakta tanpa perasaan. Padahal, emosi kecil bisa membuat tulisan lebih hidup dan dekat dengan pembaca. 

Misalnya, jangan hanya bilang “membaca buku meningkatkan wawasan”, tapi tambahkan sedikit rasa, seperti “membaca buku sering bikin pikiran terbuka dan kadang bikin kita merenung lama”. 

Jadi, coba deh tambahin kata-kata yang menyiratkan perasaan hangat, antusias, atau bahkan heran. Ini bikin tulisan lebih manusiawi. Pembaca juga lebih gampang terhubung kalau merasakan ada perasaan di balik tulisan itu. Jangan ragu untuk memberi warna, asal jangan berlebihan juga.

5. Gunakan Kosakata yang Lebih Bervariasi

AI sering memilih kata yang sama berulang-ulang atau terlalu formal. Kalau kamu menemukan kata yang dipakai terlalu sering, ganti dengan sinonimnya. 

Misalnya, kalau terlalu banyak “menjelaskan”, bisa diganti dengan “menceritakan”, “menguraikan”, atau “membahas”. 

Jangan pakai kata yang rumit hanya supaya terdengar pintar. Sebaliknya, pilih kata yang tepat, ringan, dan sesuai dengan suasana yang ingin dibangun. 

Variasi kata bikin pembaca nggak cepat bosan. Tulisan juga terasa lebih bernyawa. Balik lagi ke poin 1, cobalah baca keras-keras untuk melihat apakah pilihan katanya sudah enak di telinga.

6. Perbaiki Transisi Antarparagraf

Kadang, tulisan AI terasa seperti potongan-potongan terpisah yang berdiri sendiri. Supaya terasa mengalir, perbaiki transisi antarparagraf dengan kalimat penghubung yang halus. 

Misalnya, gunakan kata-kata seperti “selain itu,”, “di sisi lain,”, “menariknya,”, atau “lebih lanjut”. Transisi yang baik membantu pembaca pindah dari satu ide ke ide berikutnya tanpa terasa kaget. 

Dengan begitu, tulisan terlihat lebih rapi dan punya arah yang jelas. Jangan biarkan pembaca bingung kenapa tiba-tiba topik berubah. Pastikan tiap bagian saling terhubung dengan alami.

7. Sesuaikan Nada dengan Audiens

AI cenderung memakai nada yang formal dan aman. Padahal, nada tulisan sebaiknya disesuaikan dengan siapa yang akan membaca. Kalau untuk audiens santai, gunakan bahasa yang lebih akrab dan ringan. Kalau untuk audiens profesional, tetap sederhana tetapi lebih elegan. 

So, cuma kamu yang tahu siapa pembacamu. Ya, cuma kamu. *halah

Jadi, jaga tulisanmu, jangan sampai nadanya terlalu dingin atau malah terlalu bercanda kalau enggak sesuai. Kadang AI ya bisa disuruh berbahasa kasual, tapi jatuhnya juga cringe. Terlalu “ramah”, if you know what I mean.

Jadi, jangan langsung kopas mentah-mentah, sesuaikan cara penyampaiannya seperti cara kamu berbicara dengan pembaca dalam situasi nyata. Ini bikin tulisan terasa lebih pas di hati.

8. Sisipi Contoh atau Cerita Nyata

AI suka membuat penjelasan yang terlalu teoritis atau abstrak. Supaya lebih mudah dipahami, tambahkan contoh kecil atau cerita nyata. 

Misalnya, kalau membahas tentang manajemen waktu, beri contoh nyata seperti “Kemarin saya coba bikin to-do list sebelum tidur. Jadi, paginya saya langsung tahu apa yang kudu dilakukan lebih dulu sebelum yang lain. Jadi, saya gak buang-buang waktu lagi.” 

Contoh konkret membantu pembaca membayangkan apa yang dimaksud. Cerita juga bisa bikin pembaca lebih tertarik dan betah membaca sampai akhir. Jangan takut untuk pakai pengalaman sehari-hari atau situasi sederhana sebagai ilustrasi. Ini membuat tulisan lebih hidup dan terasa benar-benar ditulis oleh manusia.

Baca juga: 8 Langkah Self Editing bagi Para Blogger untuk Menghasilkan Artikel yang Bersih dan Rapi

Mengedit tulisan hasil AI sampai terasa alami memang butuh waktu dan latihan, tapi hasil akhirnya akan jauh lebih enak dibaca. Dengan sedikit usaha, tulisan yang tadinya kaku bisa berubah jadi lebih mengalir dan terasa manusiawi. Cara ini juga bikin pesan yang ingin disampaikan lebih mudah dipahami pembaca. Kalau sudah terbiasa, prosesnya akan terasa lebih ringan dan cepat. Intinya, jangan takut buat bereksperimen supaya hasil akhirnya benar-benar sesuai dengan gaya yang diinginkan.

Mentoring SEO dan  Blog

Kalau butuh teman diskusi untuk belajar lebih dalam soal cara mengedit tulisan hasil AI agar tidak terlihat kaku dan generik, sekalian mengasah kemampuan menulis untuk blog, saya juga buka sesi mentoring loh. Cocok banget nih buat pemula yang ingin jadi penulis, atau bisa juga buat pebisnis pemula yang pengin ngebranding bisnisnya. Kalau tertarik, bisa klik di sini dan ngobrol santai dulu.


Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Cara Menulis Essay Kuat dan Terarah


Banyak yang masih bingung ketika diminta menulis esai dengan baik. Padahal, kalau sudah tahu cara menulis essay yang benar, prosesnya jadi jauh lebih mudah. 

Esai yang bagus nggak cuma soal ide yang menarik, tapi juga soal bagaimana cara menyusunnya supaya enak dibaca. Kadang, ide sudah ada di kepala tapi saat dituangkan malah berantakan. Di sinilah pentingnya memahami langkah-langkahnya dulu sebelum mulai.

Cara Menulis Essay yang Kuat

Cara Menulis Essay Kuat dan Terarah

Sering kali orang langsung mengetik tanpa rencana, lalu berhenti di tengah jalan karena kehilangan arah. Itu wajar, apalagi kalau belum terbiasa. 

Menulis esai memang butuh sedikit trik supaya hasilnya rapi dan terasa meyakinkan. Dengan pendekatan yang tepat, tulisan juga jadi lebih terarah dan nggak membingungkan pembaca. 

Jadi, jangan buru-buru. Pelan-pelan saja, asal tahu cara menulis essay yang benar. Semuanya bisa dikerjakan dengan lancar.

1. Pahami Topik dan Tujuan

Sebelum mulai menulis, luangkan waktu untuk benar-benar memahami topik yang akan dibahas. Jangan terburu-buru karena sering kali masalah datang justru dari sini. 

Kalau topik sudah ditentukan, baca instruksinya pelan-pelan dan pastikan sudah jelas apa yang diminta. Kalau bebas memilih topik, pilih sesuatu yang dikuasai dan cukup menarik supaya lebih semangat mengerjakannya. 

Selain itu, pastikan juga paham tujuan esainya. Apakah tujuannya untuk meyakinkan pembaca, menjelaskan sesuatu, atau sekadar berbagi pengalaman? Memahami tujuan akan membantu menentukan gaya bahasa dan arah tulisan sejak awal.

2. Riset Dulu sebelum Menulis

Setelah tahu topiknya, jangan langsung duduk dan mengetik. Ambil waktu untuk mengumpulkan informasi yang mendukung ide yang mau disampaikan. Cari data, fakta, contoh, atau pengalaman yang bisa memperkuat argumen. 

Walau opini, tetap penting untuk punya dasar yang logis dan bukan asal berpendapat. Catat poin-poin penting dari hasil riset supaya enggak lupa nanti pas menulis. Riset juga membantu menemukan sudut pandang yang mungkin sebelumnya enggak kepikiran.

Semakin banyak tahu, tulisan akan terasa lebih meyakinkan dan berbobot.

3. Buat Kerangka Esai

Banyak orang melewatkan langkah ini padahal penting. Membuat kerangka akan membantu tulisan tetap rapi dan tidak melantur ke mana-mana. Cukup buat daftar singkat tentang apa saja yang mau dimasukkan di pendahuluan, isi, dan penutup. Di bagian isi, rinci lagi menjadi beberapa poin utama beserta contoh atau data pendukungnya. 

Dengan kerangka, cara menulis essay jadi lebih mudah karena sudah ada panduannya. Selain itu, kerangka juga membantu memastikan semua ide penting tidak ada yang terlewat. Jadi jangan malas bikin kerangka meski cuma berupa coretan sederhana.

4. Tulis Pendahuluan yang Jelas

Pendahuluan adalah pintu masuk untuk pembaca, jadi harus dibuat menarik. Jangan bikin terlalu panjang atau bertele-tele karena bisa bikin orang bosan. Bisa mulai dengan fakta mengejutkan, pertanyaan yang memancing rasa ingin tahu, atau cerita singkat yang relevan. 

Setelah itu, perkenalkan topik secara jelas supaya pembaca paham konteksnya. Jangan lupa sertakan tesis, yaitu kalimat utama yang menjelaskan posisi atau arah tulisan secara ringkas. Kalau pembaca sudah tertarik dan mengerti arah tulisan sejak awal, mereka akan lebih mudah mengikuti sampai selesai.

5. Kembangkan Isi dengan Argumen yang Kuat

Bagian isi adalah tempat semua ide utama dituangkan. Biasanya terdiri dari beberapa paragraf, masing-masing membahas satu poin penting. Pastikan setiap paragraf punya ide utama yang jelas dan didukung contoh, data, atau cerita nyata supaya lebih meyakinkan. 

Jangan hanya menuliskan opini mentah tanpa alasan yang jelas karena bisa terasa lemah. Usahakan tetap fokus di setiap paragraf dan jangan melompat-lompat topik. 

Kalau perlu, pakai kalimat sederhana tapi padat supaya pesan lebih mudah dipahami. Semakin kuat argumen yang disajikan, esai akan terasa lebih berbobot.

6. Gunakan Transisi yang Halus

Supaya tulisan terasa enak dibaca, sambungkan antarparagraf dengan baik. Jangan sampai pembaca merasa lompat dari satu ide ke ide lain tanpa jembatan. Gunakan kata-kata transisi seperti ‘selain itu’, ‘di sisi lain’, ‘sebaliknya’, atau ‘karena itu’ untuk menjaga alur tetap mengalir. 

Kalimat transisi juga membantu pembaca melihat hubungan antara ide yang satu dengan yang berikutnya. Kalau tidak pakai transisi, tulisan bisa terasa kaku dan terpotong-potong. Jadi pastikan setiap bagian tetap nyambung dan lancar dibaca sampai akhir. Transisi yang baik bikin pembaca betah mengikuti.

7. Tutup dengan Kesimpulan yang Mantap

Kesimpulan adalah bagian penutup yang harus meninggalkan kesan kuat. Jangan sekadar mengulang isi, tapi tegaskan kembali inti dari tulisan dengan kalimat yang lebih singkat. 

Kalau ada, bisa tambahkan saran, refleksi, atau ajakan berpikir lebih lanjut untuk pembaca. Kesimpulan yang baik juga membantu pembaca merasa puas setelah membaca. Jangan bikin terlalu panjang supaya tidak mengaburkan poin utamanya. 

Tutup dengan kalimat yang mantap dan memberi kesan bahwa esai sudah lengkap. Dengan begitu, pembaca lebih mudah mengingat isi tulisan.

8. Revisi dan Perbaiki

Setelah selesai menulis, jangan langsung dikirim atau dipublikasikan. Baca ulang pelan-pelan untuk melihat apakah ada kalimat yang terlalu rumit, typo, atau ide yang kurang jelas. 

Kadang saat membaca lagi, kita menemukan bagian yang bisa diperbaiki supaya lebih enak dibaca. Kalau sempat, minta orang lain membaca juga untuk memberi masukan. 

Revisi ini penting supaya hasil akhirnya lebih rapi dan profesional. Jangan malas memperbaiki karena revisi sering membuat esai jadi jauh lebih bagus daripada draf pertama. Anggap saja sebagai tahap penyempurnaan sebelum benar-benar selesai.

Sekarang sudah kelihatan bahwa cara menulis essay yang rapi dan terarah sebenarnya bisa dipelajari dengan langkah yang sederhana. 

Kuncinya ada di persiapan, ketelitian, dan kemauan untuk terus memperbaiki diri. Jangan takut untuk mencoba karena semakin sering berlatih, tulisan akan terasa lebih natural dan enak dibaca. Kalau sudah paham alurnya, membuat esai yang kuat bukan lagi sesuatu yang bikin pusing. Cukup pelan-pelan, nikmati prosesnya, dan hasilnya akan mengikuti.


Kalau masih ingin belajar lebih jauh tentang cara menulis essay sambil sekalian belajar SEO supaya lebih menarik, bisa juga ngobrol santai di sesi mentoring. Kalau tertarik, bisa klik di sini untuk booking dan mulai pelan-pelan membenahi tulisan dengan cara yang lebih nyaman.

 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Contoh Desain Feed Instagram untuk Portofolio Penulis

Contoh desain feed Instagram bisa jadi pembeda antara akun penulis yang sekadar tampil, dan akun yang benar-benar menarik perhatian. 

Di era digital, feed bukan cuma soal estetika. Tapi juga cara menyampaikan siapa diri kita dan apa yang kita bisa. 

Khusus buat penulis, tampilan feed bisa jadi etalase portofolio yang hidup. Gaya visual yang tepat bakal bantu karya lebih mudah dilirik, baik oleh pembaca maupun calon klien.

Contoh Desain Feed Instagram untuk Penulis

Contoh Desain Feed Instagram untuk Portofolio Penulis

Menata feed memang bukan keahlian wajib penulis. Tapi kalau bisa dimanfaatkan dengan tepat, hasilnya bisa bikin citra makin kuat. Apalagi sekarang, banyak pembaca dan brand yang cari penulis lewat media sosial. 

Feed yang rapi dan konsisten bisa langsung ninggalin kesan profesional. Jadi, gak ada salahnya mulai pertimbangkan gaya visual yang cocok buat nunjukin karya.

Berikut beberapa contoh desain feed Instagram yang bisa kamu sontek kalau kamu pengin menunjukkan diri kalau kamu penulis.

1. Grid Quote + Sampul Artikel

Desain ini pakai pola satu baris berisi tiga post yang saling nyambung. Post pertama berisi kutipan pendek dari tulisan. Bisa berupa kalimat menarik atau bagian paling kuat dari karya. 

Post kedua berisi judul tulisan dan di mana tulisan itu dimuat. Bisa sertakan tanggal atau topik utama juga. Post ketiga ditutup dengan gambar representatif atau cover artikel. Gambar ini bisa buatan sendiri atau stok foto yang sesuai tone. 

Tujuan desain ini biar feed terlihat profesional dan informatif. Orang bisa langsung tahu gaya nulis, jenis tulisan, dan link ke karya. Cocok banget buat penulis konten, esai, atau jurnalis.

Baca juga: Ukuran Feed Instagram 6 Kotak dan Cara Membuatnya Tanpa Ribet

2. Feed 9 Kotak – Satu Cerita Mini

Pola ini bikin satu cerita pendek dari sembilan post yang membentuk satu kesatuan. Tiap post diisi satu kalimat pendek. Bisa narasi atau kutipan puisi. Saat dilihat dari grid, semuanya membentuk satu cerita utuh. 

Desainnya bisa polos dengan latar warna lembut dan tipografi jelas. Fokus utama tetap di isi tulisannya. Bisa juga pakai ilustrasi ringan biar lebih hidup. 

Feed model ini cocok buat penulis fiksi atau penyair. Cerita bisa diambil dari karya lama atau bikin khusus buat Instagram. Feed jadi terasa hidup dan penuh karakter.

3. Pola 3 Kolom: Edukasi – Portofolio – Personal

Desain ini pakai urutan tetap di tiap baris. Kolom kiri diisi konten edukatif. Misalnya tips nulis, ide konten, atau insight seputar dunia menulis. Kolom tengah untuk portofolio. Bisa berupa screenshot tulisan yang tayang, cuplikan isi buku, atau link artikel. Kolom kanan diisi konten personal. Boleh behind-the-scenes, rutinitas nulis, atau cerita sehari-hari. 

Tujuannya biar audiens tahu sisi profesional dan sisi manusianya juga. Feed jadi seimbang dan tetap menarik. Pola ini bikin konten lebih teratur dan mudah direncanakan. Cocok untuk penulis konten, editor, atau blogger.

4. Template Carousel dengan Struktur Tetap

Setiap carousel punya format yang konsisten. Slide pertama biasanya berisi judul konten dengan desain mencolok. Slide berikutnya berisi poin-poin utama, dikemas dalam kalimat pendek yang mudah dibaca. Bisa juga pakai ilustrasi ringan sebagai pemanis. Slide terakhir bisa ditutup dengan CTA atau ajakan ke link di bio. Misalnya, “Baca versi lengkapnya di blog.” 

Desain ini bikin konten terlihat rapi dan terstruktur. Orang jadi lebih mudah mengenali ciri khas postingan. Feed juga terlihat profesional tanpa harus terlalu ribet. Cocok buat penulis yang juga aktif edukasi atau sharing insight lewat Instagram.

5. Desain Flat dengan Palet Warna Netral

Kalau suka tampilan bersih dan minimalis, desain ini pas banget. Pakai latar polos dengan warna netral seperti putih, abu, atau krem. Teks ditulis jelas dengan font yang tegas dan mudah dibaca. Gak banyak ornamen atau hiasan. Fokus utama tetap di isi tulisan, bukan visual. 

Kontennya bisa kutipan, opini pendek, atau catatan harian. Tampilan kayak gini cocok untuk penulis esai atau opini. Juga pas buat yang mau bangun kesan profesional tapi tetap kalem. Feed jadi adem, gak bikin capek mata, dan bikin orang betah baca.

6. Mockup Karya Tulis di Media Cetak atau Online

Desain ini menampilkan tulisan dalam bentuk mockup. Misalnya, tampilan tulisan di layar laptop, lembar majalah, atau koran. Bisa pakai mockup gratis dari internet atau bikin sendiri pakai Canva. 

Tujuannya biar portofolio kelihatan nyata. Orang yang lihat bisa langsung tahu tulisan itu beneran tayang dan di mana tempatnya. Bisa juga tambahkan caption pendek yang menjelaskan konteks tulisan. Misalnya, “Opini ini tayang di Kompas, bahas soal literasi digital.” 

Desain ini memberi bukti visual yang kuat. Cocok buat penulis lepas yang sering pitching ke klien atau media.

7. Kombinasi Feed Reels + Desain Estetik

Gabungkan dua jenis konten, antara visual estetik di feed dan video pendek lewat Reels. Feed bisa tetap rapi dengan desain grid atau carousel. Isinya kutipan, teaser tulisan, atau pengumuman karya baru. Sementara Reels bisa dipakai untuk ngobrol ringan soal proses nulis, behind-the-scenes, atau rekomendasi buku. 

Reels bikin jangkauan akun makin luas. Bisa tarik audiens baru yang belum follow. Feed tetap rapi, Reels bantu interaksi. Kombinasi ini cocok buat penulis yang mau bangun audiens sekaligus tampil profesional.

Baca juga: 15 Ide Style Feed Instagram yang Bisa Kamu Sontek Supaya Akunmu Lebih Stylish

Contoh desain feed Instagram bisa jadi langkah awal buat bikin portofolio penulis tampil lebih menarik dan terarah. Gak perlu rumit, yang penting konsisten dan sesuai karakter tulisan. Pilih gaya yang paling pas, lalu bangun feed yang bisa bicara tanpa banyak kata.


 Kalau masih bingung mau mulai dari mana atau butuh arahan biar tampilan blog dan feed Instagram lebih nyambung dan terarah, bisa coba diskusi bareng dulu. Kalau tertarik, bisa klik di sini buat booking sesi konsultasi review blog.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sudah Lama Aktif tapi Kenapa Blog Belum Menghasilkan? Ini Penyebab Umumnya

Kenapa blog belum menghasilkan, padahal sudah lama aktif dan rutin diisi konten? 

Pertanyaan ini sering muncul di benak banyak bloger. Rasanya sudah berusaha konsisten, bahkan sempat ikut kelas ini-itu, tapi hasilnya belum juga kelihatan. Lalu muncul rasa ragu, jangan-jangan blogging bukan jalan ninjaku ya? Atau jangan-jangan ada yang terlewat, tapi nggak sadar?

Kenapa Blog Belum Menghasilkan?

Sudah Lama Aktif tapi Kenapa Blog Belum Menghasilkan? Ini Penyebab Umumnya

Wajar kok kalau mulai mempertanyakan arah blog yang dibangun selama ini dan kenapa blog masih belum menghasilkan. Apalagi kalau sudah mengorbankan banyak waktu dan energi. 

Tapi sebelum buru-buru menyerah, ada baiknya melihat dulu kemungkinan penyebab yang bikin blog jalan di tempat. Kadang masalahnya bukan karena kurang usaha, tapi karena beberapa hal penting yang belum diperbaiki sejak awal.

1. Topik Blog Terlalu Campur Aduk

Salah satu alasan kenapa blog belum menghasilkan dan susah berkembang adalah isinya nggak fokus. Hari ini nulis soal parenting, besok ngomongin saham, minggu depan pindah ke review drama Korea. 

Pembaca jadi bingung blog ini sebenarnya membahas apa. Sulit untuk membangun citra yang kuat kalau topik terus berubah-ubah. Brand pun ragu untuk bekerja sama karena blognya nggak punya arah yang jelas. 

Supaya bisa (baca: lebih mudah) dimonetisasi, blog perlu punya niche yang konsisten dan menonjol.

Baca juga: Ngeblog itu Gampang! Tinggal Simsalabim, Uang pun Datang! 

2. Artikel Tidak SEO-Friendly

Banyak orang rajin nulis tapi lupa soal SEO. Padahal tanpa strategi SEO, artikel gampang tenggelam di hasil pencarian. Misalnya, nggak riset keyword dulu, judul terlalu umum, atau meta deskripsi dikosongkan. 

Struktur tulisan juga penting, mulai dari subjudul, paragraf pendek, sampai internal link. Kalau semua ini diabaikan, Google sulit memahami isi artikel dan buta struktur blog. Akibatnya, trafik organik pun jadi susah naik.

3. Nggak Tahu Siapa Target Pembaca

“Aku nulis untuk kubaca sendiri kok.”

Kadang saya sering banget denger ujaran seperti ini. Yah, enggak salah sih. So, kalau beneran mau dibaca sendiri, pastinya enggak perlu bertanya-tanya lagi dong ya, kenapa blog belum menghasilkan. Ehe ehe. Bener nggak sih?

Kadang nulis cuma buat nulis, tanpa mikir siapa yang bakal baca. Kalau sudah begitu, biasanya gaya bahasa, isi tulisan, dan solusi yang ditawarkan juga jadi nggak nyambung. Enggak akan relate dengan pembaca.

Misalnya, pengin nulis buat pemula, tapi pakai istilah teknis yang sulit dimengerti. Atau nulis soal bisnis, tapi pendekatannya terlalu santai dan nggak membangun kepercayaan. 

Kalau mau blog bisa menghasilkan, penting banget buat tahu siapa yang ingin disasar. Begitu tahu targetnya, semua elemen blog bisa disesuaikan biar lebih tepat sasaran.

4. Konsistensi Lemah

Blog yang nggak rutin di-update lama-lama ditinggal pembaca. Mesin pencari juga menganggap blognya nggak aktif. 

Padahal, konsistensi bikin blog makin dipercaya, baik oleh Google maupun pengunjung. Nggak harus tiap hari update, yang penting teratur dan berkualitas. Misalnya, seminggu sekali tapi konsisten terus. Itu lebih baik daripada nulis maraton seminggu penuh lalu hilang berbulan-bulan.

5. Belum Dimonetisasi secara Tepat

Ada yang sudah punya konten bagus dan pembaca lumayan, tapi enggak cocok monetasinya. Ya, jadinya enggak akan convert jadi penghasilan.

Misalnya, pasang iklannya aksesori gelang-gelang kawaii, blognya padahal otomotif. Kan jadi enggak nyambung. Yang diiklanin siapa, yang baca siapa. 

Memang ada banyak opsi monetasi. Memilihnya harus yang sesuai dengan niche dan kemampuan. Monetisasi butuh strategi, nggak bisa asal coba-coba. Perlu rencana yang jelas biar penghasilan bisa jalan pelan-pelan.

6. Traffic Masih Rendah

Artikel boleh banyak, tapi kalau yang baca cuma segelintir orang, hasilnya tetap nol. Salah satu penyebabnya adalah promosi yang kurang. Blog perlu dibagikan di media sosial, komunitas, atau lewat email newsletter. 

Selain itu, kecepatan loading dan tampilan blog juga berpengaruh. Kalau blog lemot atau tampilannya bikin pusing, orang jadi malas balik lagi. Meningkatkan trafik butuh usaha ekstra, tapi hasilnya bakal terasa kalau dikerjakan terus-menerus.

7. Tampilan dan UX Blog Kurang Menarik

Kadang masalahnya bukan di konten, tapi di tampilan blog yang kurang ramah. Misalnya, font terlalu kecil, warna teks kurang kontras, atau iklan bertebaran di mana-mana. Pengunjung akhirnya cepat kabur sebelum baca sampai habis. 

Padahal pengalaman membaca itu penting. Kalau tampilan bersih dan navigasinya jelas, orang lebih betah scroll sampai bawah. Ini bisa bantu ningkatin durasi baca dan peluang konversi.

8. Belum Punya Kredibilitas sebagai Penulis

Pembaca dan brand biasanya cari sosok yang bisa dipercaya. Kalau blog nggak punya halaman "tentang saya", nggak ada foto, atau minim portofolio, orang jadi ragu. Apalagi kalau blognya pakai nama samaran tanpa kejelasan latar belakang. 

Di dunia digital, personal branding itu penting. Nggak harus tampil sempurna, tapi tunjukkan bahwa kamu serius dan tahu apa yang kamu bahas. Itu bisa meningkatkan kepercayaan dan membuka peluang kerja sama.

Baca juga: 7 Langkah Personal Branding untuk Bloger

Kenapa blog belum menghasilkan sering kali bukan karena kurang usaha, tapi karena ada hal-hal penting yang belum dibenahi. 

Bikin blog itu butuh fondasi yang kuat dan strategi yang jelas supaya bisa berkembang. Kalau semua elemen ini sudah rapi, peluang untuk mulai menghasilkan pun jadi lebih terbuka.


Kalau merasa blogmu masih jalan di tempat dan ingin tahu bagian mana yang perlu dibenahi supaya bisa mulai menghasilkan, sesi konsultasi audit blog bisa jadi langkah awal yang tepat. Di sini, blogmu akan dibedah secara menyeluruh. Mulai dari struktur, konten, sampai potensi monetisasinya. Kalau tertarik, bisa klik di sini untuk booking sesi.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Cari Blog Ini

About me





Content & Marketing Strategist. Copy & Ghost Writer. Editor. Illustrator. Visual Communicator. Graphic Designer. | Email for business: mommycarra@yahoo.com

Terbaru!

Buku Nonfiksi Gak Harus Rumit: Ini Cara Menyusunnya dengan Lebih Terarah

Buku nonfiksi sering kali terdengar serius dan berat, sampai banyak orang merasa minder duluan sebelum mencoba menulisnya.  Padahal, kalau t...

Postingan Populer

  • 15 Ide Style Feed Instagram yang Bisa Kamu Sontek Supaya Akunmu Lebih Stylish
    Hae! Kemarin saya sudah bahas mengenai do's and donts dalam mengelola akun Instagram , terus ada pertanyaan yang mampir, "Ka...
  • Lakukan 7 Langkah Enhancing Berikut Ini untuk Menghasilkan Image Blog yang Cantik
    Konten visual cantik untuk mempresentasikan konten tulisan yang juga asyik. Kurang menarik apa coba? Banyak blog dan web referensi...
  • Ngeblog itu Gampang! Tinggal Simsalabim, Uang pun Datang!
    Disclaimer: Artikel ini pertama kali tayang di web Kumpulan Emak Blogger , repost dengan modifikasi di beberapa tempat.  Blogger, buz...
  • Beberapa Etika Meninggalkan Komentar yang Baik di Artikel Lain Agar Menambah Nilai untuk Blog Kamu
    Yuk, tinggalkan komen yang memberi nilai tambah bagi blog kita sendiri! Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis tentang beberapa...
  • 8 Langkah Self Editing bagi Para Blogger untuk Menghasilkan Artikel yang Bersih dan Rapi
    Editing perlu juga dilakukan oleh seorang blogger Kadang, saat kita sudah susah-susah menggali ide, dan kemudian menuliskannya di ...

Blog Archive

Portofolio

  • Buku Mayor
  • Portfolio Konten
  • Portfolio Grafis
  • Konten Web
  • Copywriting
  • E-book
  • Buku Fiksi
  • Ilustrasi

Follow Me

  • instagram
  • Threads

Created with by ThemeXpose